POSMAKASSAR.COM – Pembangunan Pasar Cabbenge di Kecamatan Lilirilau,
Kabupaten Soppeng, yang dikerjakan oleh PT Pelita Griya Asrimuda tahun 2003, diindikasi ada penyimpangan anggaran yang mengarah pada tindak pidana korupsi sesuai dengan hasil audit BPK.
Pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan dan Barat, bahkan kini tengah menyelidiki kasus dugaan korupsi pengelolaan pasar tersebut, setelah PT Pelita Griya Asrimuda sebagai pengembang, diduga menerima dana pembangunan sebesar Rp 8 miliar lebih dari Pemkab Soppeng tanpa melalui proses tender.
Menurut Kepala Kejati Sulselbar, Tarmizi kasus ini masih dalam tahap proses pengumpulan data dan keterangan.
“Masih tahap klarifikasi. Saya juga baru dengar (kasus itu). Karena semua laporan pasti diklarifikasi dulu,” kata Tarmizi kepada awak media, Jumat (10/05/2019) sore.
Mengenai kabar rencana pemanggilan untuk pemeriksaan terhadap Bupati Soppeng, Kaswadi Razak, Tarmizi membantah hal itu.
“Belum ada pemanggilan. Tapi siapa pun terkait, pasti kita akan panggil sepanjang ada relevansinya dalam kasus itu akan dipanggil,” ujarnya.
Berdasarkan informasi diberkembang, Bupati Soppeng, Kaswadi Razak telah diagendakan untuk diperiksa pada awal Mei 2019 ini. Tetapi yang bersangkutan dikabarkan mangkir dari panggilan jaksa.
Keterangan Kaswadi Razak dibutuhkan karena ia diduga menerima penyerahan padahal proses pembangunan terminal dan pelataran parkir yang menjadi bagian dari pembangunan tidak kunjung selesai.
Seperti diketahui, pengalihan pengelolaan Pasar Cabbenge diambil alih oleh Pemerintah Kabupaten Soppeng pada tahun 2016 silam. Saat itu, Nota kesepakatan ditandatangani oleh Bupati Soppeng Kaswadi Razak.
Jaksa kemudian mengendus adanya dugaan penyimpangan pada proses pengambil alihan pengelolaan Pasar Cabbenge tersebut, karena Kaswadi Razak menerima penyerahan padahal proses pembangunan terminal dan pelataran parkir yang menjadi bagian dari pembangunan tidak kunjung selesai.
Direktur Eksekutif Center Information Public (CIP), Zulfiadi Muis, kemudian mendorong pihak kejaksaan untuk menuntaskan perkara tersebut.
“Penanganan perkara harus transparan, jangan setengah-setengah. Harus diseret ke ranah hukum siapapun itu,” ungkap Zulfiadi Muis. (*)
Komentar