POSMAKASSAR.COM – Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi
(MKMK) Jimly Asshiddiqie tegaskan, pihaknya hanya menangani persoalan etik hakim, tidak bisa mengubah atau membatalkan keputusan MK.
Diketahui, hari ini MKMK akan membacakan putusan dugaan pelanggaran kode etik Ketua MK Anwar Usman dan hakim konstitusi lainnya, terkait putusan MK yang memutuskan kepala daerah berumur di bawah 40 tahun bisa maju pilpres.
“Kita kan baru dilantik, harus kerjanya cepat dan perkaranya yang melapor banyak sekali. Bahkan bertambah lagi, 3 lagi. Dari kemarin 14 sekarang jadi 17 (laporan). Tambah lagi ada 16 guru besar membuat laporan. Ini disediakan waktu cuma 30 hari, kami kan cuma 30 hari MKMK ini, dan kemudian berkaitan juga dengan pendaftaran calon,” kata Jimly kepada wartawan beberapa waktu lalu.
“Karena di antara laporan itu ada permintaan untuk mengubah pencapresan sampai begitu, padahal kita ini hanya kode etik, hanya menegakkan kode etik hakim, bukan mengubah keputusan MK,” lanjutnya.
Jimly menuturkan persepsi yang muncul dari berbagai laporan yang masuk beragam. Dia mengatakan tak mudah untuk memproses hal tersebut hingga akhirnya diputuskan sidang dilakukan secara terbuka.
“Jadi persepsi publik dan juga tercermin di laporan itu macam-macam. Jadi kita harus luruskan. Dan tidak mudah karena menyangkut persepsi publik. Maka kami sudah ya bersepakat mengadakan persidangan terbuka. Itu tidak sesuai dengan aturan yang dibuat MK tapi kita bikin terbuka sepanjang menyangkut pelapor,” ujarnya.
Dalam kesempatan terbaru, Jimly kembali menegaskan bahwa pihaknya tak yakin dapat membatalkan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat capres dan cawapres. Dia menjelaskan ranah kewenangan MKMK hanya terkait kode etik hakim konstitusi.
“Kalau Anda tanya apakah saya sudah yakin, saya belum yakin. Kita ini ditugasi menegakkan kode etik perilaku hakim. Kok kita disuruh menilai putusan MK, itu bagaimana?” kata Jimly menjawab pertanyaan apakah sidang yang digelar MKMK bisa membatalkan putusan atas gugatan batas usia capres dan cawapres beberapa waktu lalu.
Jimly meminta para pelapor dugaan pelanggaran etik meyakinkan MKMK saat sidang dengan argumen-argumen yang didasari logika hukum.
“Intinya, pertama, bagaimana Anda meyakinkan lembaga penegak kode etik, mengurusi perilaku para hakim, lalu membatalkan putusan,” imbuh dia.
Soal pembatalan keputusan hakim MK tentang batas usia capres-cawapres, Jimly menuturkan pembatalan tak bisa dilakukan tanpa dasar hukum yang kuat atau sekadar emosi.
“Saya sih mau saja, tapi kalau ngawur-ngawur, sekadar emosi, sekadar ini, kan nggak bisa. Harus dipertanggungjawabkan secara benar, secara hukum,” lanjutnya. (*)
Komentar